Minggu, 15 Desember 2013

Waiting

Jadi begini, sesekali waktu aku sangat menginginkanmu karna bagaimanapun kenyamanan menunjukan dimana seharusnya aku berada. Ku pikir seharusnya aku di sisimu,dan menjadi bagian dari keluargamu, ya...karna aku merasa seharusnya begitu. Memperjuangkanmu jadi hal yang menarik dan membuatku enggan duduk dengan laki-laki lain. Terlebih lagi aku jadi enteng menerima keadaan apapun darimu. Tepatnya, kehilangan idealisme. Aku menunggumu beib, berangan-angan menunggumu menjemputku, menunggumu pulang, menunggu telpon darimu, menunggumu berkeluh-kesah. Terkadang butuh waktu lebih lama untuk bertemu orang yang dicintai. Meski, ya... Kamu tidak sekalipun berpikir begitu, but... Am waiting you here, as always.

Sabtu, 14 Desember 2013

Sikat gigi

Aku sering mampir ke  rumahmu dan selalu kamu sedang menggosok gigi. Wajarnya menggosok gigi itu dua kali sehari dan tidak memakan waktu lebih dari 5 menit. Tapi kamu bisa empat lima kali, untuk sikat gigi saja dan butuh waktu lebih dari sekali mandi. Katamu, biar gigi kelihatan lebih berkilau, macam mutiara dan bau mulutmu sesegar perment mint. Hembb, iya sie... memang bibirmu agak sexy. Terus, setelah gigimu terlihat berkilau dan nafasmu segar, apa? tanyaku sewaktu kita ngaffe setelah senja menjelang malam minggu. Ya kali aja, tetiba kamu menciumku atau ada perempuan lain yang menciumku lebih dulu, jawabmu asal. 

Kita kembali melanjutkan diskusi ringan mengenai cium mencium dan gigi. Yap, memang perempuan illfeel melihat gigi laki-laki kekuningan, rambut idung keluar dan bau mulut yang gak karuan. Terkadang itu jadi alasan tersembunyi kenapa pasanganmu enggan di cium atau memilih di cium di bagian yang lain, dahi misalnya. Itu hanya kamuflase dari penolakan yang halus. Satu lagi, kebanyakan sie... tidak semua, perempuan suka sisa-sisa bau nikotin dari nafas laki-laki tapi tidak suka terkena asap rokok. Hembb, makin lama obrolan kami semakin seru. Aku lebih suka berciuman dari pada yang lain, begitu pengakuanmu. Berciuman itu seperti bermain kembang api letupanya sebentar, bikin penasaran. Hahahahaha... 

Semakin malam dan kamu mengajaku pulang. Kuantar kau sampai gerbang, biar ayah ibumu tenang ya.. sambil tersenyum kamu mengemudi pelan-pelan. Ah... iya aku lupa bilang, dia tetangga baruku dan aku baru pindah sekitar 2 bulan. Sesampai di gerbang, kami berdiam dalam mobil, hening. Sampai ahirnya, kita jadi makin penasaran....


Kamis, 05 Desember 2013

Nin...

Ini malam jumat Nin, malam pengajian, malam hantu-hantu gentayangan, juga malam pasutri telanjang. Sempat awalnya kita tidak peduli tentang hari. Berlari menikmati senja kapan saja. Sekarang pun begitu, selain hari, kamu tidak lagi peduli padaku.
Nin, rambutku mulai beruban, kita semakin berubah. Waktu menjadi terasa mahal, terlebih milikmu. Hidupmu teramat kompleks sepertinya, pekerjaan, keluarga, pacar, masa depan. Ah...apapun itu, semua manusia dewasapun begitu. Beban kita sama sebenarnya, hanya saja mencintai sepihak itu bonus tersendiri untukku. Nin, kalau suatu waktu ingat, kabari aku kapan kamu siap mencintaiku.

Senin, 23 September 2013

Sebuah Tangan

Sebuah Tangan, yang awalnya ku pinjam sebentar. Beberapa menit untuk satu jam, 5 bulan.

"Pantai Timang, kami datang", itu judul yang ku beri pada album foto facebook tentang liburan bersama berenam.

Aku meminjam tanganmu sebentar dan sudah berjalan 5 bulan tersimpan, aman.

Aku suka tanganmu dan jam "Seiko" yang sekarang sudah berganti dengan seiko-seiko yang lain. Aku merasa bertanggung jawab untuk membelikanmu semacam itu, sayangnya kamu menggantinya terlebih dulu tanpa permisi.

Kebersamaan itu berharga karena semua terkadang menjadi berbeda setelahnya. Kamu tidak lagi minum susu malam-malam dan apsen ketika pulang. "Jangan menungguku pulang, tidurlah lebih dulu" Itu katamu setiap malam. Dan aku tetap bertahan di depan TV sampai jam 12an.

Berteman itu menyenangkan apalagi denganmu, itu yang aku pertahankan sampai entah kapan. Menyimpan itu pekerjaan perempuan, tenang... aku tau, kamu tidak suka kusukai. Sampai kapanpun, mungkin jika Tuhan berkehendak, aku akan selalu jadi temanmu. Sialnya.



Senin, 10 Desember 2012

Seorang Juru Parkir

Seperti minggu lalu, ini kedua kalinya aku berjualan di "Pasar Tumpah", pasar yang tumpah hanya di minggu pagi.  Masih pagi, kisaran jam setengah lima'an aku mulai menata lapak untuk berjualan kentang tornado, semacam kentang yang di potong ulir dan di tusuk dengan lidi panjang. Harganya cukup murah, 4 ribu saja. Hehe...pedangang yang lain menjualnya 3 ribu. 

Motorku di parkir di depan sebuah warung kelontong, dan seorang juru parkir, masih tetap yang sama dengan minggu lalu, tersenyum menyapaku, "Wah..gasik mbak". Seketika itu juga aku kagum, tertarik dengan stylenya yang juru parkir banget. Di jam yang paling asik untuk berselimut , tidur dengan istri, anak atau guling kesayangan, dia malah sudah berompi dengan tulisan "crew". Mengatur lapak-lapak, mobil, motor agar semua tertib, rapi, aman terkendali.

Satu lagi, dia, si Juru parkir, masih muda, tinggi, hitam, sangar tapi...bisa bangun sepagi ini. Padahal anak muda jaman sekarang, lebih memilih tidur semalam mungkin dan bangun sesiang mungkin. Bermalas-malasan di rumah dengan bau liur yang tumpah di mana-mana. Ya..secaara, dia sudah berbini, anaknya perempuan kecil,lucu. Berarti dia juga termasuk lelaki yang betanggung jawab. Sippp tambah lagi satu point plus buat "si Juru parkir".

Selasa, 16 Oktober 2012

PERGESERAN

Pergeseran, itulah sebuah fase yang kualami saat ini. I’m 22.. Perguruan tinggiku usai dan susuai tahap yang entah di buat siapa, inilah waktunya membuat atau tepatnya menjadi mesin penghasil uang. Ini bukan perihal gampang, terutama bagi orang-orang sepertiku. Teman-temanku terkaget-kaget ketika ku katakan “I’m jobless and my profesion is jobseeker”. Sedikit banyak mereka tau reputasiku, sayangnya itu tidak berlaku di dunia yang baru. Melompat dari satu situs kesitus lainya, meng-klik setiap kesempatan yang sekiranya mampu kulakukan, apa saja. Aku sampai hafal web yang menyediakn informasi lwongan kerja, dari yang high quality sampai low end. Tapi juga bukan asal sikat, menurutku sendiri, aku pemilih. Penganguran sombonglah.. istilahku.
Aku bebrapa kali gagal di tahap akhir, etahlah. “Mungkin belum rejeki, atau.. Tuhan sedang menyiapkan yang lebih baik, atau.. Itu bukan pekerjaan yang cocok” begitulah nasehat mereka. Cukup untuk mengutuki diriku, betapa bodohnya aku. Aku percaya pada ucapan mereka dan sebagian nasehatku sendiri. Hanya.. terkadang itu terasa menyedihkan.
Aku mau membangun jembatanku sendiri, meski itu dari bambu. Bantu aku ya... sang Maha Segalanya... Bantu aku dengan keterbatasan, sedikit kemampuan dan usaha yang ku lakukan. Bantu aku, seperti Engkau membantuku selalu. Seperti saat-saat sulit itu..
Kringgggggggggg.... dering telpon, Jogja.

Rabu, 25 Juli 2012